PONTIANAK — Pengamat kepelabuhanan, Dr. Herman Hofi Munawar, menegaskan bahwa Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) tidak memiliki dasar hukum untuk terlibat langsung dalam pembentukan Unit Receiving Delivery (URD) di Pelabuhan Pontianak.
Menurutnya, kewenangan KSOP hanya sebatas regulator dan pengawas, bukan pelaksana atau pembentuk unit operasional di pelabuhan.
“KSOP tidak berhak dan tidak memiliki kewenangan hukum untuk membentuk URD secara langsung. Itu bukan domain mereka,” ujar Herman, Sabtu, 14 Juni 2025.
Herman merujuk pada sejumlah regulasi yang membatasi fungsi KSOP hanya pada pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, serta Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan.
“Fungsi pengawasan dan koordinasi ya, itu ranah mereka. Tapi untuk membentuk unit pelayanan seperti URD, itu tugas badan usaha pelabuhan atau operator pelabuhan, misalnya PT Pelindo sebagai pengelola,” lanjutnya.
KSOP Sebagai Regulator, Bukan Operator
Dalam praktiknya, pembentukan unit pelayanan seperti URD biasanya dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang mengelola fasilitas pelabuhan berdasarkan izin konsesi. KSOP hanya berperan sebagai institusi yang mengawasi dan memastikan bahwa operasional pelabuhan berjalan sesuai regulasi keselamatan, keamanan, dan pelayanan.
“Tidak ada satu pasal pun dalam UU 17/2008 atau PP 61/2009 yang menyatakan bahwa KSOP boleh membentuk unit operasional seperti URD. Justru jika mereka memaksakan hal itu, bisa menjadi maladministrasi,” kata Herman.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa keterlibatan KSOP hanya sebatas memberikan rekomendasi atau izin terkait kegiatan operasional, seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2011 tentang Penggunaan Fasilitas Pelabuhan. Peraturan itu pun tidak menyebutkan bahwa KSOP berwenang membentuk unit seperti TKBM atau URD.
Peran BUP dan Pentingnya Kepastian Regulasi
Menurut Herman, badan usaha seperti PT Pelindo lah yang memiliki mandat dan kapasitas membentuk serta mengelola unit receiving delivery, karena mereka bertanggung jawab atas kelancaran bongkar muat barang di pelabuhan. Termasuk di dalamnya kerja sama dengan koperasi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) atau perusahaan jasa tenaga kerja lainnya.
“Kalau urusan pembentukan dan operasional URD, itu adalah urusan bisnis dan teknis dari operator pelabuhan, bukan regulator seperti KSOP. Kecuali mereka hanya mengawasi dari sisi standar keselamatan dan efisiensi pelayanan,” ujarnya.
Herman menyarankan agar KSOP tetap dalam jalur kewenangannya, dan tidak mencampuri ranah operasional yang menjadi wewenang badan usaha pelabuhan. Ia juga meminta agar semua pihak merujuk pada regulasi yang berlaku untuk mencegah konflik kepentingan dalam pengelolaan pelabuhan.
“Yang kita butuhkan adalah kepastian hukum dan tata kelola yang profesional di pelabuhan. Kalau semua lembaga menjalankan fungsinya sesuai porsi, konflik bisa dihindari,” ujar Herman mengakhiri.