Mangrove Terluas di Kalbar Dirusak, Pengamat : Ini Bukan Kelalaian, Tapi Pembiaran Terstruktur

  • Bagikan
Gambar AI Dr. Herman Hofi Munawar

KUBU RAYA – Hutan mangrove di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, ternyata bukan sekadar rimbun pepohonan di tepi laut. Kawasan ini menyimpan peran besar sebagai penjaga ekosistem pesisir, bahkan disebut sebagai wilayah mangrove terluas di Kalbar, luasnya tembus 129.604 hektare atau sekitar 75% dari total mangrove se-Kalimantan Barat.

Tapi sayangnya, kawasan sepenting itu justru sedang sekarat. Pembabatan ilegal terus terjadi dan bikin gerah banyak pihak, salah satunya Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat hukum dan kebijakan publik Kalbar. Ia menilai, perusakan mangrove ini seperti “dibiarkan” oleh pihak-pihak yang seharusnya menjaga.

“Mangrove itu bukan cuma penting buat lingkungan, tapi juga dilindungi undang-undang. Jadi ya, pembabatannya itu jelas pelanggaran hukum,” tegasnya saat diwawancarai Selasa (6/5/2025).

Dr. Herman menyebut sejumlah regulasi yang dilanggar, mulai dari UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, sampai UU tentang Wilayah Pesisir. Bahkan, menurut dia, Pasal 50 UU Kehutanan secara gamblang melarang aktivitas penebangan di kawasan hutan lindung. Pelakunya bisa diancam pidana hingga 7 tahun penjara plus denda Rp5 miliar. Serem, kan?

Tapi, yang bikin miris, penegakan hukumnya justru minim. Koordinasi antarinstansi dianggap lemah, pengawasan jalan di tempat, dan sanksi hukum? Nihil. Padahal, kata Dr. Herman, kajian dari IPB udah menunjukkan degradasi serius di Kubu dan Batu Ampar gara-gara alih fungsi lahan.

“Ini ironis. Di satu sisi ada program restorasi mangrove dengan anggaran besar, tapi di sisi lain pembabatannya jalan terus tanpa sanksi tegas. Seperti ada pembiaran yang terstruktur,” tambahnya.

Menurutnya, sudah waktunya aparat penegak hukum bangun dari tidur. Perusakan mangrove bukan cuma soal pohon ditebang—ini soal masa depan pesisir, perubahan iklim, dan kerusakan ekosistem yang bisa berdampak luas.

“Enggak ada alasan untuk diam. Ini delik formil dan materil. Artinya, pelanggaran ini nyata, dan efeknya juga nyata,” pungkasnya.

  • Bagikan