PONTIANAK – Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalimantan Barat, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti kondisi pertanahan di Kalimantan Barat yang dinilainya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Menurutnya, praktik mafia tanah semakin merajalela dan telah menggurita di 14 kabupaten/kota di Kalbar, sementara penegakan hukum dinilai belum menunjukkan keseriusan.
“Kejaksaan Kalbar dan Polda Kalbar belum memperlihatkan langkah konkret dalam menindak mafia tanah. Upaya pemberantasan yang dilakukan masih sebatas ombak kecil, tanpa ada gebrakan berarti,” ujar Dr. Herman. Jumat, 14 Februari 2025.
Ia juga menyoroti minimnya perhatian dari pemerintah daerah terhadap persoalan ini. Padahal, mafia tanah merupakan ancaman serius bagi kesejahteraan masyarakat. Dampak ekonominya sangat besar, sebab lahan sebagai sumber daya ekonomi masyarakat justru dikuasai oleh mafia, membuat masyarakat kehilangan hak atas tanahnya sendiri.
“Akibatnya, masyarakat yang seharusnya dapat menikmati manfaat ekonomi dari tanah mereka justru terpaksa menjadi buruh di lahannya sendiri. Ini sangat menyedihkan, seperti mengulang kembali era kolonialisme dalam bentuk yang berbeda,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Herman mengungkapkan bahwa isu mafia tanah semakin nyata dengan eskalasi yang terus meningkat. Praktik ini dilakukan secara sistematis dan terstruktur, melibatkan pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam proses kepemilikan tanah.
“Tanah adalah sumber daya vital bagi masyarakat, khususnya warga pedesaan. Oleh karena itu, perlu ada langkah lebih tegas dan sistematis dari pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta aparat penegak hukum, baik kejaksaan maupun kepolisian,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah sebenarnya telah memiliki pedoman untuk menangani masalah ini. Pada tahun 2018, Kementerian ATR/BPN menerbitkan petunjuk teknis tentang pencegahan dan pemberantasan mafia tanah. Namun, implementasi kebijakan ini masih belum menunjukkan hasil yang signifikan.











